Archive for 05.15
DIVERSIFKASI ENERGI DEMI MEWUJUKAN KEMERDEKAAN ENERGI DEMI MEWUJUDKAN KEDAULATAN BANGSA (4)
lanjutan dari postingan kemarin
ilustrasi pemanfaatan gas alam sebagai sumber listrik sumber gambar |
Optimalisaassi Gas Alam Sebagai Pembangkit Listrik
Sebagai sumber , pemanfaatan gas alam
yang paling umum digunakan adalah sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Teknologinya terus dikembangkan hingga efisiensinya mencapai 85% dengan
menggunakan teknologi CCGT (combined-cycle
gas turbine). Jauh berbeda dengan menggunakan motor bakar yang efisiensinya
hanya mencapai 20-30%. Prinsip kerja CCGT adalah penggabungan antara turbin uap
(steam turbine) dan turbin gs (gas turbine). Pada PLTU konvensional (Fired Plant) menggunakan batu bara, gas,
ataupun minyak untuk memanaskan air menjadi uap. Kemudian uap dialirkan untuk
memutar turbin, dan putaran dari turbin tersebut akan menghasilkan listrik. Pada CCGT udara dari kompresor
bercampur dengan bahan bakar gas yang selanjutnya dibakar untuk memutar turbin
gas. Pada proses ini menghasilkan
listrik dan panas buangan. Panas buangan digunakan untuk memanaskan air
agar menjadi uap dan uap akan memutar turbin sehingga akan dihasilkan listrik tambahan. Hal ini menyebabkan nilai
efisiensi dari CCGT sangat tinggi.
Mengapa negara ini harus melakukan pemanfataan gas alam untuk
produksi listrik? Selain karrena gas alam yang ada di indonesia sangat melimpah
namun penggunannya sangat terbatas. Sangat disayangkan jika gas alam yang
berlimpah tersebut dijual dengan nilai yang sangat rendah. Dan juga kita
menemuhui sebuah wacana bahwa pemerintah akan mengimpor listrik dari negara
tetangga. Dengan dalih penghematan. Seharusnya untuk melakukan penghematan
negara ini harus swasembada kalau masih
ada sisanya barulah kita ekspor ke negara lain, bukannya kita mengekspor ke negara lain namun dalam negeri belum tercukupi. Dibanding
sumber fosil lainya PLTG secara umum
menghasilkan polusi udara yang paling kecil dan tingkat konversi panas yang paling
baik. Dibandingkan PLT minyak ataupun diesel PLT gas lebih ramah lingkungan,
dibandingkan dengan PLT batubara, PLT gas masih lebih kompetitif karena
meskipun harga gas lebih mahal, investasi awal PLT gas lebih murah dan waktu
pembangunan konstruksi lebih singkat, menghasilkan return of investment (ROI) yang kompetitif. Dibandingkan dengan PLT
tenaga nuklir, PLT gas memang memiliki efek polusi udara yang lebih buruk,
namun PLT gas memiliki resiko finansial yang lebih kecil, dan performa
finansial yang lebih baik. Dimana PLT nuklir memerlukan investasi awal yang
sangat tinggi dan waktu pembangunan yang lebih lama bahkan hampir dua kali
lipat lama. Serta PLT nuklir memiliki resiko pencemaran lingkungan yang sangat
tinggi jika terjadi kebocoran atau kesalahan oprasional.
Kecenderungan harga dari
fosil yang terus merangkak naik, dan semakin menipisnya ketersediaannya maka
mengharuskan kita untuk memikirkan kembali kebijakan nasional saat ini yang mencari alternative terjangkau baik dengan cara
menfokuskan diri pada konversi yang paling sedikit pemborosannya atau yang
paling efisien utilitasnya, yaitu
listrik. Hal ini menuntut kita untuk menggantikan atau paling tidak
menggurangi penggunaan peralatan atau kendaraan menggunakan proses pembakaran
dalam (internal combustion) yang
efisiensinya rendah. Termasuk penggunaan transportasi public menggunakan tenaga
listrik. Keunggulan listrik adalah sumber
bahan bakarnya yang umumya terdiversifikasi secara baik (gas, batubara, hidro)
dibandingkan dengan moor bakar yang hanya terpaku pada bahan bakar yang
sejenis. Jika harga minyak dan gas mahal, bahan bakar alternative dapat
digunakan. Hal tersebut membuat listrik
relative aman dari gangguan yang berarti pada saat BBM berfluktuasi seperti
saat ini, apalagi dengan keputusan pemerintah yang telah menghilangkan subsidi
harga BBM maka dipastikan harga BBM akan terus berfluktuasi seusai dengan
keadaan pasar, jumlah kebutuhan, dan nilai tukar dolar terhadap rupiah.
Hentikan Liberalisasi
Berbagai strategi untuk mencapai kemandirian telah dibahas di atas namun hal-hal tersebut
akan terasa sia-sia jika sumber sebagian
besar tidak kita kelola sendiri tapi dikelola oleh bangsa lain, dan hanya
sedikit bagian dari potensi yang ada
yang dapat dimanfaatkan oleh indonesia sedangkan sebagian besar dinikmati
negara lain hal ini sepertinya didukung oleh negara dengan dikeluarkannya uu no
22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Terutama pada pasal 14 memberikan
kebebasan pada badan usaha tetap untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi
selama 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi hingga 20 tahun.
Hal ini sangat merugikan bangsa indonesia. Misalnya saja
blok Mahakam salah satu ladang gas terbesar di Indonesia. Saat ini
rata-rata produksinya sekitar 2000 juta kaki kubik perhari. Angka ini sama
dengan 344.000 barel oil equivalen perhari. Cadangan terkandung dalam Blok ini
sekitar 27 trilyun cubic feet (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5
Tcf) cadangan telah dieksploitasi oleh pihak asing. Blok Mahakam memiliki
potensi pendapatan kotor hingga angka 100 Milliar dollar Amerika. Dengan
cadangan gas yang masih sekitar 12,5 tcf dan harga gas international yang terus
naik maka Blok mahakam sangat berpotensi menjadi sumber devisa dengan pendapat
187 Milliar Dollar Amerika atau sekitar Rp 1700 Trilyun. Faktanya semua angka
itu justru menjadi santapan pihak asing dibandingkan menguntungkan negara
sendiri. Pengelolaan Blok Mahakam sendiri di tanda
tangani diatas kontrak kerja sama (KKS) antara pemerintah Indonesia dengan
Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation dari Jepang pada 31 Maret 1967.
Kontrak yang seharusnya berakhir pada 31 Maret 1997 tiba-tiba diperpanjang lagi
hingga 31 Maret 2017. Itu
hanya untuk satu blok Mahakam saja sedangkan di indoneisa ini ada berapa banyak
blok minyak yang dikuasai oleh pihak asing. Untuk sektor minyak saja, 67%
lahan minyak dikuasai asing, 21 % kerja sama dengan perusahaan asing dan
sisanya untuk perusahaan nasional. Dari total 225 blok migas yang dikelola
kontraktor kontrak kerja sama non-Pertamina, 120 blok dioperasikan perusahaan
asing, 28 blok dioperasikan perusahaan nasional dan sekitar 77 blok
dioperasikan perusahaan gabungan asing dan lokal. Pemerintah melalui Dirjen
Migas Kementrian ESDM menargetkan porsi operator oleh perusahaan nasional
mencapai 50 % pada 2025, saat ini porsi operator nasional hanya 25 %, sementara
75% dikuasai asing. Sudah terbayangkan berapa banyak jumlah kerugian bangsa ini
akibat liberalisasi .
Sementara
di sektor dari batubara, Indonesia yang
menurut data British Petroleum Statistical Review hanya memiliki cadangan batu
bara 0,5 % dari stok batu bara dunia (cadangan batu bara Indonesia hanya 4,3
miliar ton) menjadi pemasok utama batubara China. Tahukah kita berapa cadangan
batubara China? Cadangan batubara China adalah 13,9 % total cadangan dunia,
atau sebanyak 114,5 miliar ton. China dan India memang termasuk dua negara yang
sangat agresif mencari alternatif sumber daya pengganti minyak di luar negeri,
sementara cadangan migas dan sumber daya mineral tambang mereka sengaja mereka
simpan. Perusahaan China dan India masuk menguasai tambang kecil dengan
membiayai perusahaan tambang lokal yang kesulitan pendanaan.
Produksi batubara Indonesia saat ini adalah 340 juta ton per tahun, 240 juta ton dari jumlah tersebut di ekspor. Jika ini berlanjut terus, cadangan batubatra Indonesia akan habis dalam 20 tahun. Artinya Indonesia yang saat ini memasok minyak dan batubara untuk negara-negara besar suatu saat akan kehabisan cadangan nya dan menjadi importir minyak sekaligus batubara. Sungguh sangat ironis sekali. Jika kita membahas pertambangan mineral Indonesia oleh pihak asing, kita tak bisa melewatkan PT Freeport Indonesia (dengan penguasaan Freeport McMorRan Copper & Gold Corp. sebesar 81,28% di dalamnya). Perusahaan ini sempat menambang emas dengan izin tambang tembaga dalam rentang waktu yang cukup lama. Saat ini, Indonesia memperoleh kurang dari 1% dari apa yang dihasilkan Freeport mengeruk bumi Papua. Perusahaan asing dan kerja sama lainnya yang merogoh cadangan batubara dan mineral Indonesia antara lain; PT Newmont Nusa Tenggara (PT Newmont Mining Corp menguasai 80% perusahaan), PT INCO (kepemilikan asing; Vale Canada Limited 58,73 % dan Sumitomo Mining Co. Ltd 20,09 %), PT Indo Tambang Raya Megah Tbk (Banpu Public Company Ltd menguasai 73,22 %), PT Singlurus Indonesia (Lanna Resources Public Co Ltd menguasai 65 %), PT Lanna Harita Indonesia (Lanna Resources Public Co Ltd menguasai 55 %), PT Bahari Cakrawala Sebuku (Straits Resources Ltd menguasai 100%).
Produksi batubara Indonesia saat ini adalah 340 juta ton per tahun, 240 juta ton dari jumlah tersebut di ekspor. Jika ini berlanjut terus, cadangan batubatra Indonesia akan habis dalam 20 tahun. Artinya Indonesia yang saat ini memasok minyak dan batubara untuk negara-negara besar suatu saat akan kehabisan cadangan nya dan menjadi importir minyak sekaligus batubara. Sungguh sangat ironis sekali. Jika kita membahas pertambangan mineral Indonesia oleh pihak asing, kita tak bisa melewatkan PT Freeport Indonesia (dengan penguasaan Freeport McMorRan Copper & Gold Corp. sebesar 81,28% di dalamnya). Perusahaan ini sempat menambang emas dengan izin tambang tembaga dalam rentang waktu yang cukup lama. Saat ini, Indonesia memperoleh kurang dari 1% dari apa yang dihasilkan Freeport mengeruk bumi Papua. Perusahaan asing dan kerja sama lainnya yang merogoh cadangan batubara dan mineral Indonesia antara lain; PT Newmont Nusa Tenggara (PT Newmont Mining Corp menguasai 80% perusahaan), PT INCO (kepemilikan asing; Vale Canada Limited 58,73 % dan Sumitomo Mining Co. Ltd 20,09 %), PT Indo Tambang Raya Megah Tbk (Banpu Public Company Ltd menguasai 73,22 %), PT Singlurus Indonesia (Lanna Resources Public Co Ltd menguasai 65 %), PT Lanna Harita Indonesia (Lanna Resources Public Co Ltd menguasai 55 %), PT Bahari Cakrawala Sebuku (Straits Resources Ltd menguasai 100%).
“Penjajahan” nasional oleh asing ini tak lepas dari
kebijakan blunder pemerintah yang mengubah bentuk pengelolaan sumber daya
strategis menjadi berdasarkan jenis usaha. Akibatnya, sumber daya mineral,
batubara dan migas diperlakukan sebagai komoditas. Peran negara mengontrol
penggunaan sumber daya itu otomatis hilang. Jika dahulu kontrak tambang harus
disetujui Presiden dan DPR, sekarang tidak lagi, demikian pendapat Direktur
Eksekutif Masyarakat Batubara Indonesia, Singgih Widagdo.
DIVERSIFKASI ENERGI DEMI MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN ENERGI DEMI MEWUJUDKAN KEDAULATAN BANGSA (3)
Lanjutan dari postingan kemarin
Diversifikasi minyak dengan CNG Sumber gambar |
Meraih kedaulatan dengan diversifikasi
Ketahanan adalah terpenuhinya ketersediaan (availability), kemampuan untuk membeli (affordability), dan adanya akses (accessibility), serta ramah lingkungan (environment friendly) bagi masyarakat
pengguna. Kemandirian adalah kemampuan
negara dan bangsa untuk memanfaatkan keaneka ragaman dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam,
manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Kedaulatan adalah hak negara dan bangsa untuk secara
mandiri menentukan kebijakan pengelolaan
untuk mencapai ketahanan dan kemandirian . Salah satu langkah yang dapat
digunakan untuk mencapai ketahanan
adalah dengan langkah diversifikasi. Karena masyarakat kita hingga saat
ini masih sangat bergantung pada BBM hal ini sangat berbahaya mengingat
Cadangan minyak di indonesia terdiri
dari cadangan yang sudah dikembangkan dengan cadangan yang belum dikembangkan)
adalah sebesar 3,59 miliar barel. Angka ini sepintas tidak berarti apa-apa bagi
orang awam selain sejumlah angka yang relatif besar. Akan tetapi, kita mungkin
akan terkejut jika mengetahui cadangan ini diprediksi akan habis dalam 11 tahun ke depan. Proyeksi ini dihitung dengan
menggunakan asumsi tingkat produksi sebesar 900 ribu barel per hari (Asumsi
RAPBN 2013) dan tidak ditemukan cadangan baru. Data cadangan minyak Indonesia
sebesar 3,59 miliar barel ini berasal dari data resmi Satuan Kerja Khusus Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang kalau kita cermati lebih jauh menunjukkan
cadangan minyak RI yang terus menurun. Pada awal 2012, cadangan minyak
Indonesia berada di level 3,74 miliar barel, namun di awal tahun 2013 turun
150,39 juta barel menjadi 3,59 miliar barel. Sederhananya produksi minyak
tahunan yang lebih besar dibanding penemuan cadangan minyak baru menyebabkan
berkurangnya cadangan. Hal ini dapat dilihat dari data penemuan cadangan minyak
baru sepanjang 2012 mencapai 164,28 juta barel, sementara jumlah minyak yang
diproduksikan sebesar 329,9 juta barel. Asumsi RAPBN 2013 dan data SKK Migas di
atas sesuai dengan data yang diperoleh dari laporan BP Oil yang berjudul “BP
Statistical Review of World June 2013“ 11
tahun adalah waktu yang relative terlalu singkat untuk bisa disikapi dengan
santai. Maka sudah seharusnya program diversifikasi ini segera dimulai apalagi dengan harga BBM
yang terus berubah naik-turun hingga mendekati dengan harga keekonomian dari
sumber lain, yang lebih memberikan
keuntungan yaitu kesehatan lingkungan, terjamin stabilitas pembangunan, dan
dapat menjamin pasokan . Ada hal yang mampu mempercepat proses diversifikasi di
indonesia antara lain:
Pertama membuat target besaran dan waktu yang lebih cepat untuk
mewujudkan diversifikasi di indonesia. Blueprint PEN memasang target
pada tahun 2025 dimana dengan scenario optimal minyak bumi akan turun menjadi
26,2%, gas alam 30,6%, batubara 32,7% dan sisanya PLTA, panas bumi dan lainya.
Gagasan ini terasa sangat lamban karena kita butuh 10 tahun sementara cadangan
minyak kita akan habis dalam waktu 11 tahun, proses ini terbilang lambat jika
kita bandingkan dengan negara Malaysia dalam rentang rentang waktu 5 tahun
sejak tahun 2000 yang mana telah berhasil menurunkan secara drastis minyak bumi
dari 53,1% menjadi hanya 6% sementara gas bumi naik 37,1% menjadi 71%, batu
bara PLTA naik dari 4,4% dan 5,4% menjadi 10% dan 11,9%
Kedua memberikan insentif dan regulasi yang mendukung perubahan
sumber BBM. Mengubah satu bentuk
sumber menjadi bentuk lain memang membutuhkan biaya untuk alat converter. Regulasi pada bidang lainnya
seperti produksi kendaraan bermotor di indonesia juga perlu dilakukan missalnya
25% dari produksi motor harus
menggunakan kendaraan harus non-BBM atau seluruh kendaraan umum menggunakan
BBG. Yang perlu dilakukan adalah pembatasan ekspor sumber mentah ke luar negeri ketika kebutuhan belum terpenuhui
Ketiga penguasaan dan optimalisasi teknologi yang mendukung
pengunaan non-BBM serta membuat
prioritas terbaharukan yang menjadi
andalan di indonesia mengingat indonesia sangat kaya akan sumber alternatif seperti (gas alam, batu bara, gelombang,
pasang surut, dll). Inovasi teknologi merupakan fundamen penting dalam
dalam proses transformasi , termasuk diversifikasi . Beberapa negara yang
berhasil melepaskan ketergantungan dari BBM seperti perancis yang berhasil
menjadikan nuklir sebagai sumber utama,
kanda yang berhaasil mengembangkan hydro , atau rusia yang menggunakan gas alam
keberhasilannya dikarenakan dalam penguasaan gas non BBM tersebut. Seharusnya
bangsa ini belajar dari sejarah keterlambatan penguasaan penguaaan teknologi
eksplorasi yang menyebabkan penguasaan lading minyak oleh perusahaan asing.
Seharusnya negara mulai sekarang menyimpan
alternative non minyak karena diprediksikan puncak produksi minyak dunia
akan terjaddi pada tahun 2025 jika negara tersebut tidak ingin terguncang
ekonomi secara besar-besaran karena negara tersebut masih memiliki
ketergantungan terhadap minyak.
Kemepat
desentralisasi pengelolaan . Karena pada dasarnya setiap daerah di indonesia
memiliki kondisi alam yang berbeda yang berarti kebutuhan untuk wilayah tersebut berbeda-beeeda
sehingga dengan desentralisasi setiap daerah akan menemukan sumber nergi yang
optiml untuk di terapkan di daaerah tersebut. dengan desentralisasi maka ada 2
keuntungan yang didapat yaitu menjamin tidak terganggunya system akibat adanya kerusakan system ditempat lain, dan yang kedua dapat
menurunkan harga, karena progam desentralisasi dapat menekan biaya produksi
yaitu biaya pengiriman akibat pemusatan kegiatan pengelolaan . Apalagi bentuk
geografis indonesia yang terdiri dari banyak pulau, desentralisasi akan mempercepat pengadaan di daerah-daerah terpencil sehingga mampu
menggerakan roda perekonomian daerah tersebut.
Diversifikasi Menggunakan Gas Alam
Gas alam adalah
dari fosil nomor tiga yang paling banyak digunakan di dunia stelah
minyak bumi dan batu bara. Seperti produk fosil lainnya gas alam dibakar untuk
menghasilkan panas kemudian dikonversi dalam bentuk , namun gas alam mememiliki
keuntungan yaitu lebih ramah lingkungam. Pada mulanya gas alam dianggap tidak
bernilai ekonomis dan sering kali dibakar atau dibuang karena sulit untuk
diproses atau ditransportasikan karena pada saat itu hanya ada satu cara untuk
mentransportasikan gas yaitu dengan menggunakan jalur pipa yang mana
membutuhkan biaya yang sangat banyak. Lalu pada tahun 1969 jepang mengimpor LNG
dari Alaska menggunakan kapal, dan sejak itulah pengiriman gas dengan teknologi
menggunakan kapal berkembang pesat dan membuat gas alam memiliki nilai ekonomis
yang sama dengan minyak bumi,
Seperti
diketahui indonesia adalah penghasil gas alam terbesar kedua di dunia namun
ironinya pemerintah belum menjadikan gas sebagai
bahan bakar utama menggantikan BBM. Padahal, menurut banyak pakar, cadangan gas
di perut bumi Indonesia cukup melimpah, bahkan cukup untuk 90 tahun ke depan.
Bandingkan dengan cadangan terbukti (proven) minyak bumi yang hanya 3,9
miliar barel, yang hanya cukup untuk 11 tahun. Masih terdapat beberapa ironi
kebijakan di bidang gas, antara lain: Pertama, pemerintah lebih mengutamakan
pasokan gas untuk kepentingan ekspor, bukan untuk kepentingan dalam negeri.
Contoh, semua armada taksi di Malaysia dan Singapura menggunakan bahan bakar
gas (BBG), yang sebagian gasnya disuplai dari Indonesia. Semua transportasi
umum di Guangzhou, China, bahan
bakarnya menggunakan BBG,dan lagi-lagi gas yang digunakan adalah
gas dari Indonesia (Kontrak Tangguh I). Sementara semua kendaraan bermotor di
seantero negeri menggunakan BBM, yang harganya disubsidi dan diimpor pula. Ironi
berikutnya adalah di saat cadangan gas melimpah, Indonesia tidak mengimbangi
dengan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi agar konsumen memiliki bargaining
position untuk menentukan option of supply. Tanpa adanya
infrastruktur yang terintegrasi, skema bisnis akan berbentuk point-to-point sehingga
bargaining position supplier menjadi lebih tingggi dan menjadi
seller market. Yang
dampaknya menjadi tingginya harga jual gas tersebut di konsumen Data FIPGB menamunjukkan
bahwa pada 2012 total gas yang dibutuhkan industri adalah 2.873,47 “million
metric standard cubic feet per day” (mmscfd), sedangkan pada 2013
meningkat 3 persen menjadi 2.958,58 mmscfd dan pada 2014 bertambah 1,2 persen
yaitu 2.995,58 mmscfd. PGN sebagai satu-satunya perusahaan gas milik negara
hanya mampu mengelola sekitar 800 mmscfd. “Kalau saat ini industri meminta
pasokan gas hingga lebih dari 2.000 mmscfd maka konsekwensinya belum dapat memenuhi
kebutuhan industri karena baru dapat mengirimkan sekitar 845 mmscfd, maka
solusinya adalah impor, tapi harganya juga tidak akan lebih murah dari 10 dolar
dan sampai
ke Indonesia dapat mencapai 15-16 dolar. Gas sebagai alternatif yang menjanjikan harus benar-benar
diutamakan untuk kepentingan domestik dan mendorong ekspansi industri dan
perekonomian nasional, keberlangsungan nasional
di masa depan, karena persoalan harga minyak tidak hanya sekedar
persoalan “demand” dan “supply” tetapi seringkali
karena faktor politik internasional, kondisi psikologis musim dingin berkepanjangan,
kepercayaan terhadap ekonomi dan juga dampak spekulasi. Dalam beberapa tahun
terakhir target pencapaian lifting minyak selalu tidak mampu memenuhi
target yang telah ditetapkan, sehingga penentuan target sebesar 900 ribu barel
per hari pada APBN 2013
juga sangat dimungkinkan tidak akan mampu dicapai juga. Oleh karena
itu, sebuah pesan kuat harus disampaikan: Pembangunan infrastruktur penyaluran
gas domestik sangat-sangat penting, dan tidak bisa diserahkan begitu saja
kepada mekanisme pasar, perlu ada kebijakan yang kuat serta perencanaan jangka
panjang yang menyeluruh dari pemerintah.